Sabtu, 04 Desember 2010

Hotel Oranye




Hotel Oranje (kini Hotel Majapahit) adalah “Grand Hotel” paling lama di Indonesia yang tetap buka sampai hari ini. Hotel yang beralamat di Jalan Tunjungan No 65 ini didirikan oleh seorang pedagang Armenia namanya Lucas Martin Sarkies (1852-1912). Hotel dibangun dalam gaya arsitektur Art Nouveau berdasarkan karya arsitek James Afprey. Proses pembangunan dimulai pada tanggal 1 juni 1910 oleh putra dari Lukas Martin Sarkies.
Hotel dibuka pada tahun 1911 dengan nama “Hotel Oranje”. Hotel dinamai dengan nama keluarga kerajaan Belanda “Oranje”. Tapi Hotelnya tidak berwarna oranye sama sekali. Sebelumnya keluarga Sarkies sudah mendirikan beberapa hotel mewah dan ternama di Asia antara lain Hotel Niagara di Lawang (1911), Hotel Sarkies (kini Kartika Wijaya) di Batu (1891), Eastern (1884) dan Oriental Hotel (1885) di Penang Malaysia, Strand Hotel di Rangoon Myanmar (1901) dan Raffles Hotel di Singapura (1887).

Keadaan gedung pada tahun 1920an tidak beda banyak dari awalnya. Hanya bagian pintu masuk sedikit direnovasi. Dengan menara kembar di bagian pintu masuk dan dengan dua blok (bagian kamar) di sisi kanan dan kiri yang menjorok ke depan, arsitektur Hotel Oranje sangat ngetrend pada tahun 1915 dan menjadi inspirasi untuk Hotel Palace di Malang (1915). Dengan 163 kamar Hotel Oranje adalah hotel paling besar, paling modern dan paling keren di Surabaya.
Setiap sisi deretan kamar dihubungkan oleh koridor yang sisi luarnya dihiasi dengan motif lengkung. Sehingga kalau jendela-jendela kamar dibuka, ruangan atau kamar tersebut akan terlindung dari sinar matahari langsung ataupun dari tempias air hujan.

Pada tahun 1935 kedua menara dihancurkan untuk membuat perluasan baru dibagian depan. Di depan lobi lama dibangun lobi baru yang digunakan hingga sekarang. Lobi baru ini dibangun untuk merayakan ultah hotel ke-25 dengan gaya arsitektur art deco berdasarkan karya arsitek ternama Charles Prosper Wolff Schoemaker (1882-1949). Dia juga adalah arsitek dari Villa Isola di Bandung. Dengan perluasan baru tersebut Hotel Oranje menjadi salah satu dari hotel paling indah dan paling mewah di seluruh dunia. Upacara pembukaan pada tahun 1936 dihadiri oleh pemain film terkenal dari Inggris namanya Charles Chaplin (1899-1979) bersama calon istri Paulette Goddard (1910-1990). Waktu itu di gedung hotel sudah berada toko eskrim Hoen Kwee dan toko buku Van Dorp.


Pada masa pendudukan Jepang, Hotel ganti nama menjadi Yamato Hoteru dan fungsinya berubah menjadi markas militer dan penjara khusus untuk perempuan dan anak-anak. Setelah kapitulasi Jepang Hotelnya dijadikan markas RAPWI (Rehabilitation of Allied Prisioners of War and Internees).
Pada tanggal 19 september 1945 disini terjadi Insiden Bendera. Tiga ekstremis kolonial Belanda bernama Ploegman, Lansdorp dan Jack Boer mengibarkan bendera merah-putih-biru di menara hotel ini. Para pejuang indonesia menaiki menara tersebut dan menyobek bagian biru dari bendera Belanda dan diubah menjadi bendera Merah Putih Indonesia. Insiden bendera itu juga mengakibatkan terbunuhnya Pak Ploegman. Nama Oranje dipakai sampai tahun 1957. Waktu itu hotelnya dinasionalisasikan dan diganti nama menjadi Hotel Majapahit. Disebabkan oleh manajemen yang jelek, hotel ini pelan-pelan menjadi penginapan bobrok dan murahan.

Tahun 1996 grup Mandarin Oriental membeli gedung ini dan melakukan restorasi yang intensif. Kondisi Hotel dikembalikan ke keadaan lama dan menjadi hotel di Surabaya yang paling keren dengan bintang 5 lagi. Semua 163 kamar dan suites berhiaskan benda seni yang asli dan mebel antik juga. Interiornya dilengkapi dengan fasilitas terbaik: dapur kecil, pengering rambut, tv, penyejuk udara, koran harian, minibar, brankas, dan internet. Juga ada aula konferensi untuk 450 tamu, toko bakery “DeliĆ¢”, salon, bar dan restoran ero-asia “Indigo” dan restoran seafood “Sarkies”, poolside bar “Palem”, tea lounge dengan musik live dan wifi. Tersedia fasilitas rekreasi dan bersantai termasuk sauna, pijat, jakusi, lapangan tenis, spa, gym, kolam renang serta pusat kebugaran.



Semua 163 kamar dan suites berhiaskan mebel antik yang asli. Interiornya dilengkapi dengan fasilitas terbaik: dapur kecil, pengering rambut, tv, penyejuk udara, koran harian, minibar, brankas, internet, ruang tamu dengan cukup kursi dan kamar tidur dengan tempat tidur ekstra besar.
(dari http://djawatempodoeloe.multiply.com) Baca selengkapnya...

Tunjungan (5)



Pada tahun 1935 dua gedung pertokoan simetris yang sangat indah dibangun dalam gaya arsitektur Art Deco. Arsiteknya adalah biro AIA. Toko itu disebut Toko Kembar. Di toko kembar kanan terdapat “Java Stores”. Di toko kembar kiri terdapat sebuah toko kesenian yaitu toko Mattalitti. Toko ini menjual pelat gramofon juga. Di dinding depan ada papan iklan “His masters voice” dengan gambar seekor anjing duduk menghadap corong suara. Di seberangnya berada apotik Rathkamp & Co. Jalan tunjungan dilintasi trem listrik dan bis kota. Kita melihat beberapa sepeda juga. Foto ini dibuat pada sesuatu hari raya karena jalan sepi dan banyak bendera berkibar. (dari http://djawatempodoeloe.multiply.com) Baca selengkapnya...

Tunjungan (4)




Pada tahun 1935 dua gedung pertokoan simetris yang sangat indah dibangun dalam gaya arsitektur Art Deco dipengaruhi dengan gaya Streamline Moderne dan Kubisme. Arsiteknya adalah biro AIA. Toko itu disebut Toko Kembar. Di toko kembar kiri (Jl Tunjungan No. 82) terdapat sebuah toko kesenian yaitu toko Mattalitti. Toko ini menjual pelat gramofon juga. Di dinding depan ada papan iklan “His masters voice” dengan gambar seekor anjing duduk menghadap corong suara. Sekarang ditempati warung makan "Rawon Setan". (dari http://djawatempodoeloe.multiply.com) Baca selengkapnya...

Kamis, 02 Desember 2010

Tunjungan (3





Kartupos ini memperlihatkan pertigaan Tunjungan - Genteng Besar mengarah ke utara. Trem uap baru lewat. Di kejauhan kita melihat kepul asap. Paling kanan orang mengumpulkan kotoran kuda yang bisa dimanfaatkan untuk pupuk tanaman. Semua bangunan di kartupos ini sudah hilang. Sekarang di pojok ini terdapat sebuah pos polisi dan toko mobil Honda. Trem uap diganti bis kota. Baca selengkapnya...

Tunjungan (2)




Pada tahun 1930an toko serba ada Aurora didirikan di Jalan Tunjungan hampir di ujung utara yang berhadapan dengan Toko Siola. Aurora (bahasa latin) berarti Dinihari. Gedung ini dibangun dengan arsitektur modern yang bergaya Art Deco dipengaruhi dengan gaya Streamline Moderne dan Kubisme. Saya tidak tahu dengan pasti arsiteknya siapa. Mungkin sekali arsitek adalah Karel Bos dari Malang. Pada tahun 1960an Toko Aurora menjadi bioskop Aurora.
Di lokasi fotografer sebuah jembatan penyeberangan dibangun pada tahun 1980an yang sekarang sudah tutup. Setelah gedung Aurora terbakar tempatnya semrawut.
(dari http://djawatempodoeloe.multiply.com) Baca selengkapnya...

Tunjungan (1)




Kartupos ini memperlihatkan Jalan Tunjungan pada awal abad ke-20. Banyak pohon berdiri di tepi-tepi jalannya dan pejalan kaki masih bisa jalan di tengah jalan dengan aman. Semua gedung dan pohon yang terlihat di kartupos ini sudah hilang. Baca selengkapnya...

Siola




Gedung Siola terletak di ujung utara Jalan Tunjungan. Pada tahun 1877 seorang Inggris Robert Laidlaw (1856-1935) mendirikan perdagangan textil Whiteaway Laidlaw di Hindia Inggris. Pada awal abad ke-20 Whiteaway Laidlaw sudah menjadi konglomerat toko serba ada yang punya cabang di 20 kota seperti Calcutta, Singapore dan Kuala Lumpur, dan Surabaya juga. Di dinding depan bangunannya nama belanda tertulis “Het Engelsche Warenhuis” artinya “Toko serba ada Inggris”

Setelah kemangkatan Robert Laidlaw gedungnya dijual. Pembeli jepang membuka toko Jepang "Toko Chiyoda". Setelah masa kemerdekaan sangat sedih kelihatannya gedung bekas Whiteaway itu. Dulunya ada banyak pedagang yang berjualan koper dan tas-tas dibawahnya. Pada tahun kira-kira 1960 toko Siola (singkatan nama kongsi pemiliknya, Soemitro - Ing Wibisono - Ong - Liem - Ang) mulai dibuka dan menjadi salah satu pusat perbelanjaan di Surabaya. Pada hari pembukaan Siola, penduduk Surabaya punya perasaan bangga sekali untuk dapat "Mall" pertama. Namun pada tahun 1998 Siola ditutup, dan pada tahun 1999 gedung ini digunakan oleh Ramayana Department Store dengan nama Ramayana Siola. Pada tahun 2008 Ramayana Siola ditutup.
(dari http://djawatempodoeloe.multiply.com) Baca selengkapnya...